Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pandemi Sunyi

9 Januari 2019   11:51 Diperbarui: 9 Januari 2019   11:56 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika pagi hanya dilihat sebagai jendela terbuka yang tak menampakkan apa-apa. Pemandangan begitu buta. Suara-suara tak bisa terdengar. Kabar-kabar hanya menguar. Di telinga yang cuma mampu menangkap desir angin. Dingin.

kita sedang memasuki ruang nadir. Di kepala yang meminta agar benak segera berhenti berpikir.

Kala keramaian hanya terlihat sebagai benda bersliweran cepat dalam gerakan lambat. Bayangan matahari terasa hanya lamat-lamat. Semua yang terburu-buru begitu nampak kaku. Jeritan berulang kenek oplet seolah penjaja jasa berbunyi bisu.

kita sedang termangu di lorong kesunyian. Memandang ujung horison tanpa ada batas perhentian.

Saat gravitasi cuma sekedar disadari sebagai tempat memijakkan kaki. Kekosongan hati sampai membuat kita serasa berbuat nyata di dunia mimpi. Kita terengah-engah. Tapi bukan lelah. Hanya kelebihan pasrah.

maka kita sedang berada di situasi pandemi sunyi.

hati-hati.

Pilihan yang tersedia cuma karantina, fatamorgana, atau kegagalan yang datang tergesa-gesa.

Jakarta, 9 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun