Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Malapetaka

9 Januari 2019   10:34 Diperbarui: 9 Januari 2019   10:46 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pagi belum pernah datang terlambat
namun saat langit menggelap dengan cepat
pintu hari seolah mampat
tersendat
tertambat pada hujan lebat
meski waktu coba menyeretnya dengan ketat

lihatlah betapa pagi ini nampak demikian muram
sama sekali bukan karena kilas balik masa silam
atau buramnya lipatan halaman masa depan
namun justru karena sedang bertegur sapa
dengan langit yang bermuram durja

hatinya pedih
diwakili mendung hitam yang merintih-rintih
menangisi anjangsana cuaca
datang bertamu dengan banyak cerita

tentang peperangan, di perpotongan an-Nafud dan Rub al-Khali
tentang kelaparan, di semenanjung besar tempat Sanaa mengubur puluhan anak kecil setiap hari
tentang kedurjanaan, di belahan dunia mana saja yang saling membunuh demi minyak bumi

di bumi yang hanya satu ini
manusia seringkali menyakiti dirinya sendiri
tanpa henti, meminta mati
bahkan sebelum lubang kuburan selesai digali

Jakarta, 9 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun