Aku ingat, pernah menawarkanmu, sebuah buku. Di dalamnya ada pengakuan, tentang musim yang berubah cerah. Bersamaan dengan terlepasnya amarah, ke segala arah. Di mana mata angin tak berlaku, yang ada hanyalah halaman demi halaman buku. Juga bab demi bab, yang diam terpaku, di ujung matamu
Aku tak ingat, apakah kau membacanya habis. Aku hanya ingat, kau melepaskan tangis, di matamu yang terkikis, oleh gerimis. Sementara aku berlalu, secepat air yang membatu, di bawah titik beku.
Sekarang aku menagihmu, untuk bercerita, ala kadarnya. Apakah kau ingat, cerita dalam buku itu, bukanlah sebuah khayalan gagal. Tapi kenyataan yang terpenggal, setelah kadaluarsanya tanggal, oleh waktu yang bertindak sebagai jagal.
Besok aku ingin, kau kembali membaca buku itu, di teras rumah. Tempat aku dulu, menawarkanmu, sebuah buku, tentang musim yang cerah, tapi kita diamuk amarah, lalu berjalan berbeda arah.
Jakarta, 4 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H