Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

29 Desember 2018   22:21 Diperbarui: 29 Desember 2018   22:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alangkah kagetnya pemuda itu ketika sampai di pondok ternyata di atas alas daun pisang yang lebar dan bersih, telah tersedia makanan lengkap yang mengepul panas.  Ada daging bakar, sayuran kuah, dan...nasi putih!

Bimala Calya tersenyum senang melihat Arya Dahana terbengong bengong sambil menelan ludah.  Gadis itu sangat gembira berhasil menarik perhatian pemuda yang telah mengikat rasa hatinya itu.  Hilang sudah rasa malu dan lelah mencuri bahan makanan yang ada di sebuah pondok di dekat sungai kecil tempatnya mandi tadi.  Pondok para pemburu binatang yang belum pulang.  Apalagi tanpa basa basi, Arya Dahana menarik tangan Bimala Calya duduk dan menyomot makanan di sana sini. 

Setelah menyelesaikan acara makan pagi yang sangat menyenangkan, kedua anak muda ini kemudian berkemas, menyiapkan bekal lalu melanjutkan perjalanan.  Menyisir pantai yang dipenuhi batu karang runcing dan tajam,  menyeberangi muara sungai besar dengan rakit seadanya, bahkan memanjat tebing tinggi terjal dengan bantuan akar pepohonan atau tanaman merambat di atasnya. Saat menemukan pantai yang landai, pemuda pemudi ini memutuskan beristirahat dan menambah perbekalan makanan.

Demikianlah terjadi berhari hari.  Waktu yang dihabiskan untuk mencari tempat tinggal Ki Sasmita.  Tokoh sakti ahli obat yang tidak kalah misterius dibanding Ki Gerah Gendeng yang pernah mengasuh Arya Dahana semasa kecil dulu.

Pada hari ketujuh, sampailah mereka di pantai yang sangat cantik.  Pasir berwarna putih seperti taburan mutiara menghiasi seluruh pantai itu.  Air lautnya sejernih mata air para dewa.  Hingga karang dan tumbuhan laut serta ikan ikan yang lalu lalang di dalamnya terlihat dengan jelas.  Selepas menikmati keindahan pantai dan bawah laut yang sangat mempesona itu, pandangan Arya Dahana terangkat ke depan dan bertemu dengan sebuah pulau kecil dengan gunung menjulang di atasnya.  Sangat jelas dan pasti bahwa inilah Gunung Krakatau yang terkenal itu.

Letak pantai ini benar benar persis di depan gunung yang melegenda itu.  Tidak salah lagi.  Inilah yang tempat yang sesuai dengan petunjuk dimana Ki Sasmita tinggal.  Tapi dimana persisnya? Tidak ada satupun pondok atau rumah di sini?  Gua....?  Barangkali itulah jawabannya.

Arya Dahana memberi isyarat kepada Bimala Calya untuk mendekat.

"Kita harus mencari gua di sekitar sini Mala.  Pantai ini agak panjang.  Kita harus berpencar.  Kau mulailah dari ujung sini.  Aku akan mulai dari ujung sebelah sana."

Bimala Calya menengok kanan kiri belakang dengan cepat.

"Tidak ada tebing atau apapun di sini yang menyembunyikan sebuah gua Arya....pantai ini sangat landai dan bersih.  Semak semak pun tidak ada....hanya tumpukan gunung pasir di sana itu.......wah wah..."

Belum selesai Bimala Calya berkata, tubuh gadis itu sudah melesat ke tumpukan gunung pasir yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri.  Arya Dahana mengikuti.  Begitu tiba di depan gunung pasir itu, keduanya terlongong longong.  Tumpukan gunung pasir yang terlihat rendah saja tadi ternyata cukup tinggi.  Dua kali lipat ukuran mereka berdiri.  Dan ada sebuah lubang gua di sini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun