Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Petualangan Cinta Air dan Api

29 Desember 2018   22:21 Diperbarui: 29 Desember 2018   22:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terhanyut oleh pikirannya yang hangat dan berbunga bunga membawa Bimala Calya ke alam tidur yang sangat nyaman.  Sementara Arya Dahana tetap bersamadi sambil mengerahkan Geni Sewindu seperlunya karena semakin malam, udara menjadi semakin dingin saja.

Suara burung burung pagi membangunkan Arya Dahana.  Pemuda ini terkaget kaget saat hendak bangkit dari tidurnya.  Sebuah lengan halus melingkari dadanya.  Rupanya tanpa sadar, di dalam tidurnya yang nyaman, Bimala Calya tidur nyenyak sambil memeluk Arya Dahana.  Pemuda itu jadi kikuk dan serba salah.  Mau disingkirkan lengan itu, kasihan.  Gadis itu terlihat lelap sekali.  Jika tidak, maka mereka akan terlambat melakukan perjalanan.  Dan itu berarti membuang waktu yang cukup berharga.  Arya Dahana teringat bahwa Putri Anjani harus segera mendapatkan obat karena luka yang dideritanya cukup parah serta aneh. 

Arya Dahana menarik nafas lega ketika Bimala Calya menggeliatkan tubuh terbangun.  Membuka matanya yang masih kelihatan mengantuk, kemudian menyadari bahwa dia sedang memeluk Arya Dahana.  Gadis itu terjengit kaget.  Secepat kilat ditariknya lengan yang melingkari dada Arya Dahana.  Wajahnya memerah semerah matahari yang baru bangkit di cakrawala.  Kepalanya tertunduk malu.  Gadis itu sampai lupa bahwa tangan satunya masih berpegangan pada lengan Arya Dahana.

Arya Dahana yang sebenarnya geli namun merasa kasihan lalu batuk batuk untuk mengusir keheningan dan suasana kikuk.  Bimala Calya seperti tersadar untuk kedua kalinya.  Gadis itu melompat berdiri lalu berjalan mendekati muara sungai untuk membersihkan diri.  Langkahnya terlihat gontai.  Arya Dahana menjajari langkahnya dan memecahkan keheningan dengan berkata;" hati hati Mala...muara sungai biasanya dihuni oleh banyak buaya...."

Bimala Calya menghentikan langkah dengan tiba tiba.  Buaya? Dia bisa menaklukkan seekor buaya di darat.  Namun di air?....hhhhhh...lebih baik dia tidak usah mandi.  Gadis itu membalikkan badan kembali ke pondok.  Arya Dahana tersenyum kecil dan menahan lengan gadis itu dengan lembut.

"Mandilah di sungai kecil yang sebelah sana Mala...dijamin tidak ada buayanya.  Aku akan mencari ikan di laut untuk makan dan bekal kita di jalan.  Perjalanan kita akan makan waktu beberapa hari.  Kamu sudah pulih, tapi kamu perlu tetap menjaga daya tahan tubuhmu."

Bimala Calya menatap pemuda yang sedang tersenyum kepadanya itu dengan pandangan yang sulit dimengerti.  Antara malu dan bahagia.  Gadis itu hanya mengangguk lalu berjalan menuju arah yang ditunjukkan Arya Dahana.  Perasaannya benar benar sedang tidak karuan.  Malu, karena memeluk Arya Dahana semalaman.  Bahagia, karena inilah yang diinginkannya.

Arya Dahana memandang kepergian gadis cantik itu sambil menggeleng gelengkan kepala.  Digaruk garuknya kepalanya yang tidak gatal.  Bingung dengan segala perubahan mendadak dari sikap seorang wanita.  Dia melakukan pengembaraan yang panjang dengan Dyah Puspita, wanita jelita yang dikasihinya dan selalu menolongnya.  Lalu perjalanan penuh liku dengan Dewi Mulia Ratri, gadis cantik yang telah menjatuhkan hatinya dan selalu mengharu biru perasaannya.  

Sekarang Bimala Calya, gadis cantik yang terlihat garang namun lembut hatinya.  Tapi tidak ada satupun perubahan perasaan para wanita itu yang diketahuinya dengan pasti.

Pemuda itu melanjutkan niatnya untuk mencari ikan sambil tetap menggeleng gelengkan kepala tidak mengerti.  Ah biarlah, dunia memang serba aneh.  Dia harus mengerti bahwa banyak hal yang masih tidak dimengerti. 

Ternyata ikan sangat mudah didapat di laut sunda.  Bahkan ikan ikan dengan ukuran yang sangat besar.  Arya Dahana sampai hampir lupa waktu.  Satu keranjang penuh ikan beraneka macam dibawanya kembali ke pondok dengan riang gembira. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun