Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Meradang

28 Desember 2018   13:51 Diperbarui: 28 Desember 2018   23:05 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bibirmu mengerucut curam. Saat aku katakan kau akan sulit menaiki puncak gelombang, jika terlalu banyak keraguan. Hanya sibuk mengumpulkan rumah kecomang.

Mulutku semakin tajam. Aku mengasahnya dengan paruh elang. Aku bilang, kau akan mudah terjerembab, bila wajahmu selalu sembab. Sibuk berenang, di airmata yang tergenang.

Matamu berkaca retak. Memantulkan bayangan muak. Setelah aku berkata, di benakmu bertumbuhan onak. Kepalamu berbelukar. Terlalu subur bertanam makar.

Tatapanku makin suram. Mirip kertas buram yang digambari senja muram. Aku tenggelamkan kau dalam kericuhan petang. Ketika hujan dan gelap bersamaan datang. 

Jakarta, 27 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun