Bibirmu mengerucut curam. Saat aku katakan kau akan sulit menaiki puncak gelombang, jika terlalu banyak keraguan. Hanya sibuk mengumpulkan rumah kecomang.
Mulutku semakin tajam. Aku mengasahnya dengan paruh elang. Aku bilang, kau akan mudah terjerembab, bila wajahmu selalu sembab. Sibuk berenang, di airmata yang tergenang.
Matamu berkaca retak. Memantulkan bayangan muak. Setelah aku berkata, di benakmu bertumbuhan onak. Kepalamu berbelukar. Terlalu subur bertanam makar.
Tatapanku makin suram. Mirip kertas buram yang digambari senja muram. Aku tenggelamkan kau dalam kericuhan petang. Ketika hujan dan gelap bersamaan datang.Â
Jakarta, 27 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H