Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Masa Depan

27 Desember 2018   10:09 Diperbarui: 27 Desember 2018   10:28 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khayal demi khayal bersegera melompati logika. Kita yang sedang ternganga, dihadang sekawanan angka, kita mengelak dengan mencoba sekuatnya menata sedemikian rupa hidangan tak nyata, cinta.

Di atas kertas buram yang kita gambari wajah tersenyum, warna-warna tak lengkap kita cipratkan dengan semena-mena. Birunya langit, birunya laut, birunya gunung, juga birunya masa lalu. Rupanya kita sedikit sentimentil. Dan kita terjebak histeria. Kita adalah kekacauan berupa ledakan. Dalam pikiran yang lebih mirip peperangan.

Kemudian kita memasang hologram. Masing-masing dari angan-angan yang suram, hitam dan lebam. Ini salah satu cara menyamarkan ketidakberuntungan.

Suram karena kita kesulitan mendapatkan cahaya. Semua pijar telah diambil matahari, purnama, dan orang-orang suci. Kita hanya boleh meminta sedikit. Itupun kalau kita mampu menyingkirkan rasa sakit.

Hitam sebab malam. Kita hidup dalam kekuasaan malam. Begitu terjaga di pagi hari, kembali kita tertidur, menunggu malam. Tak perlu dijelaskan lagi, malam adalah kekasih yang kita selingkuhi. Dengan hati-hati.

Lebam dari memar yang bertubi-tubi. Kita menjatuhkan diri di sungai-sungai yang kering, laut yang kasar, tanah-tanah yang memunculkan duri. Kita enggan bangkit lagi. Merasa nyaman dengan begitu saja. Tak perlu berbuat apa-apa.

Kita sedang menuliskan sejarah. Di antara masa depan yang makin punah.

Bogor, 27 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun