Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api

25 Desember 2018   12:30 Diperbarui: 25 Desember 2018   12:56 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua pendekar tangguh Galuh Pakuan itu kemudian melesat cepat meninggalkan tempat yang misterius itu.  Perjalanan tidak makan waktu lama.  Kali ini mereka memilih rute yang agak lebih mudah meskipun harus berputar sedikit.  Malam sudah menyentuh permukaan bumi ketika mereka tiba di perkemahan.  Dewi Mulia Ratri memanggil salah seorang pelayan dan menyerahkan Alka untuk dibersihkan serta berpesan agar membawa bayi itu ke tendanya karena gadis itu ingin menyuapi bayi itu makan.  Ada semacam magnet dari bayi itu yang membuat Dewi Mulia Ratri ingin merawatnya sendiri dengan kedua tangannya.

Malam berlalu dengan cepat.  Tak terasa pagi sudah menyeruak menyapa.  Dewi Mulia Ratri cepat cepat bangun dan kembali menyibukkan dirinya dengan merawat Alka.  Bayi perempuan kurus cantik itu mengikat hati Dewi Mulia Ratri sejak pertama kali berjumpa.  Gadis itu bertekad untuk merawat bayi cantik itu hingga besar.  Semangatnya menjadi terjaga dengan kehadiran bayi itu.

Namun keheningan pagi itu dipecahkan dengan suara suara teriakan siaga dari para pengawal istana. 

"Siaaaaaaappppp.....waspadaaaaaaa.....!!!"

Terdengar hentakan hentakan kaki dan pedang pedang tajam ditarik dari sarungnya.  Sebagai pasukan pengawal yang terlatih, puluhan orang itu bergerak cepat melindungi tenda pangeran Andika Sinatria dan Dewi Mulia Ratri.  Pengawal yang berjumlah sekitar 30 orang itu membentuk formasi pagar betis.  

Dari jauh terdengar gemuruh tapak kaki kuda.  Andika Sinatria yang masih berada di dalam tenda cepat cepat keluar untuk melihat situasi.  Dewi Mulia Ratri yang masih asyik dengan Alka juga keluar tenda. 

Gemuruh tapak kaki kuda semakin mendekat.  Dan sekarang terlihat sepasukan orang berbaju hitam hitam menunggangi puluhan kuda mendekati perkemahan dipimpin oleh seorang gadis cantik berbaju hijau.  Rombongan itu menghentikan kuda kudanya dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari perkemahan.  

Gadis cantik itu memajukan kudanya sambil memperhatikan pasukan Galuh Pakuan yang bersiaga penuh.  Matanya mencari cari dan bertemu dengan mata Andika Sinatria.  Berhenti sejenak.  Lalu menatap Dewi Mulia Ratri yang memandangnya dengan penuh selidik.  Gadis yang seumuran dengan Dewi Mulia Ratri itu tersenyum memamerkan giginya yang putih.

"Aku menduga bahwa kalian berdualah yang memimpin pasukan Galuh Pakuan ini.  Aku tidak ingin berbuat tidak sopan pada kalian.  Tapi kalian memasuki wilayah Lawa Agung tanpa ijin.  Oleh karena itu, pergilah secepat mungkin dari sini.  Sang Panglima bukan orang yang mudah mengampuni...pergilah."

Dewi Mulia Ratri mengerutkan alisnya.  Gadis ini bicara dengan sopan tapi mengusir mereka dari wilayah kerajaan Galuh Pakuan?  Benar benar menggelikan.  Diliriknya Andika Sinatria masih menatap gadis itu dengan kekaguman yang tidak bisa disembunyikan.  Dewi Mulia Ratri menjadi semakin kesal melihat tingkah pangeran muda itu.  Dia maju selangkah ke depan setelah menyerahkan Alka kepada seorang pelayan.

" Hmmmm....gadis cilik! Siapa kau berani beraninya mengusir kami di tanah kami sendiri..?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun