"Sejak kapan ini terjadi nek?" Dewi Mulia Ratri mencoba menganalisa situasi.
"Sejak beberapa purnama yang lalu neng."
"Kenapa tidak ada yang melaporkan kepada petugas kerajaan yang terdekat nek?" Andika Sinatria menimpali.
"Tidak ada satupun yang berani tuan. Kami semua takut. Mereka bisa berbuat semaunya tanpa kami bisa berbuat apa apa. Pernah ada sebuah padepokan di sekitar kampung kami yang mencoba mencegah dan melawan. Namun akibatnya padepokan itu terbakar habis dan semua penghuninya tewas dibantai oleh perkumpulan ini." Perempuan tua itu menjawab dengan wajah miris dan ngeri.
Andika Sinatria dan Dewi Mulia Ratri saling berpandangan. Pantas saja berita tentang keberadaan perkumpulan ini sangat terbatas. Telik sandi yang biasanya cepat mengorek sebuah informasi, tidak bisa menangkap dengan jelas informasi yang beredar. Perkumpulan ini pintar memanfaatkan kelemahan warga yang telah merasa terancam sebelumnya.
Kedua muda mudi ini lalu memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan. Dewi Mulia Ratri menyerahkan kembali bayi yang sedari tadi sudah terdiam dalam gendongannya kepada perempuan tua yang ternyata adalah nenek dari bayi itu. Dewi Mulia Ratri berpesan agar perempuan itu kembali bersembunyi di dalam rumahnya. Menjelang sore nanti, gadis itu berjanji akan menjemput dan membawa mereka ke lereng Pangrango untuk diselamatkan.
Kedua orang muda lihai ini meneruskan perjalanan menyisir pantai selatan sepanjang wilayah Sukabumi. Dan benar saja, kampung kampung selanjutnya yang mereka temui, keadaannya kurang lebih sama. Nyaris kosong tak berpenghuni.
Andika Sinatria terheran heran. Lalu dimana perkumpulan itu bermarkas? Tidak ada satu petunjukpun yang mengarah dimana mereka berada. Kampung sepanjang pantai selatan memang tidak sebanyak di pantai utara. Namun paling tidak penduduknya sudah mencapai ribuan orang. Dengan ribuan orang yang dikumpulkan seperti itu, bagaimana mungkin markasnya sama sekali tidak berjejak?
Hari sudah menjelang sore. Dewi Mulia Ratri dan Andika Sinatria akhirnya memutuskan untuk menghentikan penyelidikan. Percuma mereka melanjutkan penyelidikan di malam hari. Keduanya bergegas kembali ke kampung pertama tadi. Perempuan tua itu ternyata dengan sabar menunggu di depan rumahnya sambil mengayun ayun sang cucu dalam gendongannya. Dewi Mulia Ratri kemudian mengajak perempuan tua itu untuk pergi dari tempat itu.
"Maaf neng, nenek tidak sanggup meninggalkan kampung ini. Nenek akan menunggu anak anak nenek kembali. Nenek hanya bermohon agar sudilah kiranya neng bisa membawa cucu nenek ini pergi. Nenek khawatir tidak ada satupun yang bisa merawatnya kalau terjadi apa apa dengan nenek. Nama cucu nenek ini Alka Awahita." Perempuan tua itu memohon pelan dengan suara terisak yang tercekat di tenggorokannya.
Dewi Mulia Ratri merasa sangat iba mendengar permintaan itu. Diraihnya bayi itu ke dalam gendongannya. Anak itu hanya terbangun sejenak. Menatap mata Dewi Mulia Ratri dengan sejuk lalu tertidur lagi dengan pulas. Gadis cantik itu tidak mau berlama lama lagi di tempat itu. Perjalanan malam bersama bayi tidaklah baik untuk kesehatan si bayi. Dia segera mengajak Andika Sinatria kembali ke perkemahan.