Bersamaan dengan kejadian itu, Andika Sinatria dan Dewi Mulia Ratri berhasil mengalahkan lawan lawannya dengan telak. Tiga Maut Lembah Tengkorak bergeletakan pingsan tak berdaya.
Dewi Mulia Ratri melompat jauh ke depan Bimala Calya, mengulurkan tangannya hendak menotok bagian tubuh gadis itu agar tidak bisa melarikan diri.
"Duukkk...Dukkk..."
Tangan Dewi Mulia Ratri bergetar saat sebuah lengan kurus menangkis tangannya. Dewi Mulia Ratri terperanjat melihat Arya Dahana berdiri di depan Bimala Calya sambil memandangnya tidak setuju.
Gadis jelita dari Sanggabuana ini terengah engah menahan desakan kemarahan di dadanya. Hatinya seperti disiram api dari neraka. Wajahnya yang cantik memerah padam.
"Dahana! Apa maksudmu?! Kau bersusah payah untuk menyembuhkan putri cumi cumi itu dengan alasan kemanusiaan aku masih bisa terima. Tapi ini....ini...kau menghalangiku meringkus musuh negaraku....hhhh...hhhh..."
Arya Dahana berusaha menyabarkan gadis yang sedang dilanda badai itu dengan tersenyum paling manis yang dia rasa dia punya. Tapi mata indah di depannya tidak bergeming sedikitpun dari amarah. Senyum manis Arya Dahana berubah menjadi kecut.
"Ratri, maafkan aku. Tapi alangkah tidak baiknya jika kita masih menyerang orang yang sudah sama sekali tidak berdaya. Sekalipun itu musuh..."
Perkataan Arya Dahana terpotong dengan mendaratnya tamparan di pipinya berulang kali. Bahkan saking geramnya, tamparan Dewi Mulia Ratri kali ini agak terlalu berlebihan. Terlihat darah mengalir dari sudut bibir Arya Dahana. Dewi Mulia Ratri nampak terkejut melihat hasil perbuatannya. Namun gadis itu berusaha menutupi rasa iba dan kegugupannya dengan membentak keras.
"Jangan sekali kali lagi kau menghalangiku Dahana!! Aku akan membencimu seumur hidupku jika kau melakukan itu. Aku adalah petugas dan pejabat kerajaan Galuh Pakuan. Gadis ini adalah pemberontak yang hendak merongrong wibawa Galuh Pakuan. Kau tidak berhak ikut campur sedikitpun...tahu?!!" Gadis cantik itu berkata keras namun matanya mengikuti darah yang mengalir di sudut bibir Arya Dahana dengan rasa penyesalan yang dalam.
Arya Dahana sengaja mengusap darah di bibirnya dengan gaya paling mengibakan. Maksudnya tentu saja agar gadis keras hati di depannya ini bisa sedikit luluh. Dan dia berhasil. Dewi Mulia Ratri melangkah maju, mengeluarkan sebuah sapu tangan sutera dari balik bajunya. Lalu dengan gugup dan malu mengusap bibir berdarah itu dengan penuh kasih.