Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api

25 Desember 2018   12:30 Diperbarui: 25 Desember 2018   12:56 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bimala Calya terkesiap.  Kedatangan pemuda aneh dan terlihat konyol itu membalikkan situasi.  Pemuda itu mempunyai pukulan dahsyat yang sangat panas dan menyilaukan.  Apalagi pemuda itu sepertinya sama sekali tidak mempan racun gigitan kelelawar.  Jika dibiarkan, pasti kelelawar peliharaan sang panglima akan musnah dibasmi tiga muda mudi itu.

Gadis itu mengambil keputusan cepat.  Diambilnya sebuah alat tiup kecil dari kantong bajunya.  Suara mendengking tinggi memenuhi lembah.  

Kelelawar kelelawar kecil terbang cepat membubung ke atas.  Seperti memberi jalan kepada sesuatu yang lebih besar yang akan datang.  Dan...langit menyibak biru lalu kembali menghitam dengan seketika.  Suara gemuruh mendatangi dengan cepat.  Warna langit yang menghitam adalah ribuan lagi kelelawar yang memenuhi.  Kali ini jenis yang datang menyerbu jauh lebih mengerikan.  Tetap kelelawar tapi jauh lebih besar.  Berukuran 10 kali lipat kelelawar pertama.  

Muka binatang ini seperti muka serigala.  Taringnya besar dan panjang. Cairan yang menetes di taring dan mulutnya bukan lagi berwarna darah. Namun memang benar benar darah.  Ini bukan jenis jenis yang bisa ditemui di pulau Jawa.  Kelelawar jenis ini didatangkan dari negeri Kali dan sengaja dipelihara dan dikembangbiakkan oleh Panglima Kelelawar untuk dijadikan pasukan khusus yang dahsyat dan mengerikan. Racun yang terkandung di taringnya adalah racun darah.  Jenis racun mematikan yang membekukan darah dengan seketika.

Tiga muda mudi ini bersiap siap.  Suara gemuruh dari langit itu mendekat dengan cepat.  Arya Dahana memusatkan pikiran dan hawa murni di tubuhnya.  Ajian Geni Sewindu berhawa panas dan hanya bisa mencapai puncak sempurnanya jika dia dalam keadaan sangat marah, dan itu sangatlah beresiko dia akan terluka parah oleh pukulan balik.  Sementara hawa yang mendahului serangan dari atas ini sangatlah dingin.  Pastilah racun yang dibawa binatang binatang aneh ini berhawa dingin. 

Pemuda ini mempersiapkan pukulan yang dipelajarinya dari kitab Danu Cayapata yaitu pukulan Busur Bintang yang juga berhawa luar biasa dingin.  

Karena pada dasarnya pemuda ini sedari kecil menyimpan hawa murni dingin beracun yang didapatkannya akibat pukulan beracun berhawa dingin para tokoh sesat Sayap Sima, maka kekuatan hawa murni dingin di dalam tubuhnya amatlah luar biasa.  Sehingga mempelajari ilmu pukulan Busur Bintang bukanlah hal yang terlalu sulit.  Dalam waktu yang tidak terlalu lama pemuda ini sanggup menguasai dasar dasar pukulan kuno yang sakti itu secara menyeluruh.  Hanya perlu melatih diri secara rutin dan terus menerus untuk meninggikan tingkat kesempurnaannya.

Setelah merasakan hawa dingin memenuhi dada dan seluruh tubuhnya, Arya Dahana berteriak keras dan mengibaskan kedua lengannya ke atas.  Ke arah pasukan aneh kelelawar raksasa yang semakin bergemuruh mendekat.  Dewi Mulia Ratri dan Andika Sinatria yang agak jauh dari Arya Dahana merasakan hawa dingin yang luar biasa keluar dari kibasan lengan pemuda itu.  Serta diikuti pula oleh bau tajam menusuk.

Rombongan pertama binatang malam yang mengerikan itu terkena hawa pukulan langsung pukulan Busur Bintang.  Binatang binatang ganas itu tetap meluncur ke bawah.  Tetapi kali ini tanpa kendali.  Menghantam tanah dengan keras dan hancur berkeping keping.  Tubuh tubuh kelelawar raksasa yang terkena pukulan Busur Bintang itu telah beku terlebih dahulu di udara sebelum menghantam tanah.

Bimala Calya kini bukan hanya terkesiap.  Namun rasa jerih mulai menghinggapi hatinya.  Pemuda yang baru datang ini ternyata bisa mengetahui kelemahan pasukan kelelawar raksasa dengan memberikan pukulan berhawa dingin.  Seandainya Panglima Kelelawar ada di sini saat ini, pastilah tokoh itu bisa mencari jalan bagaimana menghadapi muda mudi tangguh ini.  Tahu kalau keadaan ini diteruskan akan membuat punah pasukan kelelawar raksasa yang menjadi andalan dan rencana ke depan sang panglima, Bimala Calya meniupkan lagi alat kecil tadi dengan nada yang berbeda.

Kelelawar kelelawar raksasa yang masih mencoba menyerbu dengan garang itu secepat kilat berbalik arah dan terbang ke angkasa lalu kembali ke asalnya.  Bimala Calya membalikkan badan hendak melarikan diri, namun Dewi Mulia Ratri dan Andika Sinatria berkelebat cepat dan tahu tahu telah berdiri bertolak pinggang di hadapannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun