Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cinta dan Takdir

24 Desember 2018   23:30 Diperbarui: 25 Desember 2018   00:00 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jarak, bukanlah penghalang dari pertemuan antara dua takdir. Waktu, juga bukan penentu dari perpisahan yang akan hadir.

Di sinilah letak sesungguhnya keberanian. Untuk berjalan. Menempuh gurun pasir, menjelajahi pesisir, juga menyediakan hati dengan sukarela untuk digrafir, dengan kode-kode dari rahasia yang tak kasat mata. Cinta.

Tak usah berharap banyak pada keberuntungan. Cinta bukan perjudian. Memutar rolet hingga sampai pada gambar ajaib. Atau melempar dadu menuju angka gaib.

Menyalakan api adalah tindakan paling tepat untuk memulai.

Api yang bisa kau peroleh dari sayap-sayap matahari yang terjatuh saat dinihari. Lebih dari cukup untuk membakar hati.

Kau akan menjadi pejuang yang garang. Cukup garang untuk memangkas habis jarak yang terbentang, waktu yang meradang, juga rasa lelah yang mencegahmu untuk pulang.

Di setiap cinta yang ditakdirkan untuk bersama, akan selalu hadir kekuatan yang menyala-nyala.

Jakarta, 24 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun