Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api

24 Desember 2018   05:44 Diperbarui: 24 Desember 2018   05:49 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab II

Bisa dikata, cinta itu sangatlah rumit adanya
Merangkum rasa yang sungguh lengkap di hati 
Sayang dan benci, rindu dan dendam bergantian menguasai diri
Walau bisa juga dibilang, cinta itu sederhana saja sebenarnya
Memperjuangkan senyum bagi yang dicintai
Menumbuhkan wangi bunga bagi yang dicintai
Memberikan bahagia bagi yang dicintai

Bab III

Pesisir Tuban. Dyah Puspita dan Arya Dahana menyempatkan diri keluar dari hutan untuk menyegarkan pikiran.  Seperti biasa, Sima Lodra ditinggalkan di hutan terdekat dengan kota pelabuhan besar itu.  Berhari hari telah mereka lalui dalam perjalanan menuju kota ini.  Hari hari yang penuh dengan petualangan dan canda tawa.  

Dyah Puspita telah pulih sepenuhnya.  Penguasaan ilmu pukulan Geni Sewindu pun telah mencapai tingkatan api kebiruan seperti Arya Dahana meski belum sematang si pemuda.  Petualangan yang paling mendebarkan adalah saat mereka harus melewati  sebuah tempat yang terhalang ngarai yang teramat dalam.  Ngarai itu begitu panjang dan tidak mungkin diputari karena terlalu jauh.  Menuruninya pun sangat sulit karena tebing yang ada hampir semua tegak lurus.  Sehebat hebatnya ilmu meringankan tubuh seseorang, tidak akan mampu menuruni tebing setinggi itu kecuali dia bisa terbang seperti burung.

Setelah menyuruh Sima Lodra agar mendahului dan mencari jalan memutar sendiri.  Arya Dahana membuat percobaan berani mati dengan membuat jalinan tali akar yang sangat panjang.  Ketika diperkirakannya tali telah lebih panjang dari lebar ngarai itu, dibuatnya simpul simpul rumit yang dulu pernah dipelajarinya saat masih bers8ama Ki Gerah Gendeng.  Diberinya pemberat dari batu berbentuk lonjong pada ujung tali.  Dyah Puspita membantu dengan memeriksa setiap simpul apakah sudah cukup kuat atau tidak.

Saat semua sudah siap,  Arya Dahana memegang hampir di ujung tali yang diberikan pemberat batu.  Diputar putarnya di atas kepala selama beberapa lama untuk memperoleh waktu perhitungan yang paling tepat mengayunkannya ke seberang.  Lebar ngarai itu beberapa ratus depa sehingga butuh beberapa waktu agar ujung tali itu tepat melingkari dengan kuat kayu atau batu besar yang ada di seberang. Setelah percobaan yang kelima barulah tali terentang dengan tegang ke seberang.  Dyah Puspita mengikat ujung tali sebelah sini pada sebuah kayu besar. 

Arya Dahana mengukur ketegangan tali itu dengan memukul mukul talinya.  Nampaknya semua kuat dan bagus.  Pemuda ini memberi isyarat kepada Dyah Puspita agar memperhatikan bagaimana cara dia menyeberangi ngarai yang teramat dalam itu.  Diambilnya dua potong kayu sepanjang dua kali tubuhnya.  Diberikannya sepotong kepada Dyah Puspita lalu dia mulai melangkah meniti tali dengan memegang kayu itu sebagai pegangan keseimbangan.  

Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh, Arya Dahana berjalan perlahan di atas tali.  Tali itu bergoyang sedikit karena ukurannya memang kecil sekali.  Arya Dahana meneruskan langkahnya dengan hati hati.  Jurang di bawahnya sangat dalam sampai tidak kelihatan dasarnya.  Kabut agak tebal menyelimuti permukaan jurang itu.  Angin agak kencang bertiup sehingga lengan baju Arya Dahana berkibar kibar.  Tapi berkat tongkat keseimbangan pemuda itu akhirnya sampai ke seberang.  Pemuda itu menoleh dan berteriak," Ayo Puspa....rasanya menegangkan tapi mengasyikkan..."

Dyah Puspita yang sedari tadi mengawasi, maju ke arah tali sambil memegang tongkat keseimbangan. Saat melihat ke bawah, wajahnya yang cantik kemerahan memucat seketika.  Dia adalah ahli silat yang sangat tangguh, namun melihat betapa dalamnya jurang itu, betapa jauhnya jarak ke seberang, dan betapa kecilnya tali, jantungnya seperti mau jatuh.

"Arya...aku tidak berani...." Dyah Puspita berteriak gemetar.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun