Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ibu, Ini Kata Hatiku

22 Desember 2018   20:19 Diperbarui: 22 Desember 2018   20:20 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu, saat melahirkanku, aku tahu kau mempertaruhkan nyawa seperti seorang matador melawan gerombolan singa. Bukan hanya sekedar menundukkan kerbau liar semata.

Aku tahu itu tapi setelah dewasa aku hanya menyebutnya sebagai kodrat. Aku mulai bertingkah keparat.

Ibu, aku masih sanggup mengingat derasnya air susu menyusuri sudut mulut, mengaliri kerongkongan dan lalu menyalakan jantungku. Kau mendermakannya secara cuma-cuma. Dilengkapi senyum tulus di muka. Begitu paripurna.

Sementara pada zaman ini aku rela membayar mahal untuk sekaleng susu, namun tak mau menemui pusaramu yang termangu menungguku datang bertamu.

Ibu, dalam kelelahan yang teramat sangat sebagai seorang guru, kau mencuci baju, memasak di tungku, dan menerima dengan damai teriakan gaduhku. Sambil menjahit kelambu yang berlubang. Ini kelak menjadi kenangan yang layak dikubang.

Sedangkan aku. Tak ingat lagi apakah makammu sangat berdebu. Kembang yang bertahun layu. Rumput-rumput yang lupa disiangi. Juga rinduku padamu yang sama sekali tak pernah rapi.

Ibu, kau mudah sekali memaafkan. Walau banyak laknat yang aku lakukan.
Dan aku, mudah sekali melupakan. Kalau kau pun masih merindukan. Doa-doa seorang anak dilantunkan.

Jakarta, 22 Desember 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun