Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

19 Desember 2018   11:55 Diperbarui: 19 Desember 2018   11:57 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dan siapa yang tidak setuju bahwa gadis ini bersalah?" Hakim Dewa melanjutkan pertanyaannya.

Ki Tunggal Jiwo dan Nyai Ramini mengangkat tangannya.  2 lawan 4.  Hakim Dewa menghela nafas panjang.  Semua mata tertuju kepadanya sekarang. Keputusan terakhir ada di tangan Hakim Dewa karena suara pecah dan tidak bulat.  Maesa Amuk menahan nafas sambil bersiap siap menerjang ke depan.

"Setelah mempertimbangkan tuduhan dan saksi saksi, bersama ini diputuskan bahwa Dyah Puspita bersalah telah melalaikan tugas dan mengutamakan kepentingan pribadinya.  Oleh karena itu sidang memutuskan....Dyah Puspita dikirim ke garis depan di perbatasan Blambangan untuk memimpin peperangan melawan pasukan Blambangan di bawah pengawasan Ki Tunggal Jiwo.  Sidang juga memutuskan bahwa sekali Dyah Puspita melanggar keputusan ini, maka Ki Tunggal Jiwo sebagai pengawas harus melaksanakan hukuman mati baginya....dengan ini sidang ditutup!"  Hakim Dewa mengetukkan palu di meja tanda keputusan sudah disahkan.

Ki Tunggal Jiwo menghela nafas lega sambil mengangguk penuh terimakasih kepada Nyai Ramini dan Hakim Dewa.  Dyah Puspita terlihat tidak berlega hati.  Dia harus maju perang melawan Blambangan.  Tanah kelahiran Arya Dahana.  Dia tahu Arya Dahana pasti akan membela Blambangan jika ada di sana pada saat perang meletus.  

Tidak mungkin dia bertemu Arya Dahana sebagai musuh.  Terlalu banyak kenangan manis yang tertulis di hatinya bersama pemuda itu.  Kenangan manis yang akhirnya menggoreskan tinta cinta di hatinya.  Tapi dia harus menghormati keputusan itu. Hakim Dewa diam diam membela dan membebaskannya dari hukuman mati.  Dyah Puspita mengeraskan hatinya.  Dia akan berangkat ke perbatasan Blambangan.  Dia hanya berharap Arya Dahana masih bersama Dewi Mulia Ratri di Alas Roban.

Hari itu juga Dyah Puspita dengan diawasi Ki Tunggal Jiwo berangkat ke perbatasan Blambangan disertai dengan Aswangga, Argani, Maesa Amuk, Dua Siluman Lembah Muria, Bledug Awu Awu dan ratusan pasukan Sayap Sima. 

Sebelumnya memang sudah dititahkan oleh Mahapatih Gajahmada.  Blambangan harus segera ditaklukkan.  Kekuatan yang dibangun sekarang semakin membesar.  Terlalu beresiko bagi Majapahit jika hal itu terus dibiarkan.  Gangguan yang ditimbulkan oleh armada bajak laut di laut selatan semakin hari semakin menjadi.  Pasukan laut yang diterjunkan belum mampu menjinakkan anggota Raja Iblis Nusakambangan itu.  Istana Laut Utara juga belum bisa ditaklukkan.  

Terlalu banyak faktor alam yang melindungi pulau tersebut.  Pulau yang sangat aneh.  Karena meskipun cuaca sedang terang dan bukan musim angin, namun begitu memasuki perairan pulau tersebut, cuaca berubah dengan cepat.  Badai, gelombang dan ratusan karang menjadi benteng alam yang luar biasa tangguh bagi siapapun yang ingin menyerbu Pulau Utara.  Selain itu, utusan yang dulu pernah dikirim oleh Majapahit ke Negeri Seberang untuk membicarakan perdamaian dan persekutuan, tidak pernah kembali.

Sementara Blambangan sudah semakin kuat saja.  Telik sandi mengabarkan bahwa, ratusan pasukan Istana Laut Utara terlihat berkeliaran di perbatasan Garahan.  Entah darimana dan kapan datangnya.  Anggota perkumpulan Malaikat Darah yang berjumlah ribuan juga sering terlihat mondar mandir berlatih di sekitar lembah Raung.  Telik Sandi tidak bisa mengetahui dengan pasti di mana letak markas persekutuan itu.  Semuanya begitu tersembunyi. 

Telik sandi Majapahit juga tidak bisa mengetahui secara pasti.  Siapa saja tokoh tokoh hebat yang sekarang berkumpul di sekitar perbatasan Garahan. Hutan lebat itu seperti tertutupi oleh kabut misteri yang turun dari puncak Gunung Raung.  Hutan itu sekarang seperti dilindungi secara misterius oleh pasukan tak kasat mata.

Mahapatih yang terkenal itu lalu memutuskan untuk mengakhiri semua dengan memusatkan kekuatan di perbatasan Garahan dan bersiap menyerang saat semuanya telah siap.  Jika perbatasan Garahan bisa ditembus, maka laju pasukan menuju ibukota Blambangan tidak akan bisa dihentikan.

***************
Bersambung Bab XVI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun