cepatlah naiki perahu itu! atau kau akan ditenggelamkan oleh puncak ngilu...
dayung-dayung yang dipancung
oleh kegelapan lautan
pada tengah malam ketika badai hanya serupa cambukan kecil
dari langit yang ikut bersedih
saat melihat seorang perempuan
termangu di pantai
tempatnya menyandarkan harap
pada perahu satu-satunya
agar membawanya menyeberang
menuju pulau terakhir
di mana tanah-tanahnya yang berpasir
sangat cocok untuk membangun rumah bercangkang
kemanapun pergi disebut pulang
itu perahu terakhir! Jangan sampai kau ditinggalkan takdir!
perempuan itu beranjak canggung
menaiki perahu dengan menggendong gunung di punggung
gunung yang siap meledakkan keinginan
jika kelak berjumpa dengan harapan
gunakan tanganmu untuk mendayung! Gunakan hatimu untuk melambung!
perempuan itu mulai mendayung
menggunakan tangannya yang bekas menepis rasa canggung
memakai hatinya yang kebas terhadap rasa murung
saatnya berangkat! Dunia belum lagi kiamat, untuk apa berlambat-lambat!
Siak, 18 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H