Setiap kalinya, lelaki itu berusaha tabah. Mengendarai pendulum tidaklah mudah. Cedera bisa saja mengintai pada masing-masing angka. Tetap harus disinggahinya atau dia akan kehilangan sebagian fragmen yang menjadi cara mencicil bahagia.
Lelaki itu memadamkan lelah pada malam yang lengah. Berniat untuk tak menyalakannya lagi kecuali jika memang diminta baik-baik oleh cinta yang patah.
Sudah tiba masanya. Mencumbui waktu agar semua mengira dia seorang pecinta. Lalu mengabaikannya. Tak lagi memeriksa keinginannya seperti apa. Ketika dia mengendap-endap di antara jelaga. Pura-pura membersihkan dirinya.
Lelaki itu mentertawakan dirinya sendiri. Ketika tak ada lagi yang menuduhnya pencuri hati. Sedangkan dia masih merasa begitu berbahaya. Bagi cinta.
Pada pagi yang sunyi, petang yang lengang, malam yang muram dan puncak dinihari, lelaki itu berhasil menghasut harapan. Agar tetap tinggal di pikiran. Tidak lantas tanggal menjadi kenangan.
Bogor, 15 Desember 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI