"Pangeran Bunga...sungguh aku tidak menduga mendapatkan kehormatan disapa oleh pewaris tahta nomor lima kerajaan megah ini."
Pangeran Bunga sepertinya tidak terpengaruh dengan ejekan ini. Â Dia balas memberi hormat dan tersenyum lebar.
"Putri Anjani...kau tidak menduga aku menyapamu. Â Aku sendiri tidak menduga ternyata kau begini manis jelita setelah dilihat dari dekat. Â Hilang semua jelaga di hatiku. Â Ketika melihat api yang menyala di matamu."
Putri Anjani terbelalak mendengar rangkaian kalimat pangeran tampan itu. Â Hmmm...dia harus hati hati. Â Pangeran ini pintar merayu wanita. Â Aku tidak boleh terjebak pada mulut manisnya. Â Sebelum dia sempat berpikir harus berkata apa, tahu tahu Pangeran Bunga telah duduk di sampingnya.
"Putri Anjani...boleh aku memanggilmu mawar pagi? Â Bunga yang paling kukagumi sejak dulu."
"Hmmm...terimakasih pangeran. Â Tapi pangeran boleh panggil aku Anjani atau Putri. Â Mawar pagi bukan namaku." Jawab Putri Anjani dingin.
Pangeran Bunga tidak menyerah begitu saja,
"Tahukah kamu mawar pagi? Â Aku sangat membenci Dewi Mulia Ratri. Â Gadis sombong yang sering mempermainkan aku dulu di Padepokan Sanggabuana. Â Aku juga tahu bahwa kamu membencinya. Â Kenapa kita tidak berteman saja dan aku akan membantumu menyingkirkan dia agar tidak bisa dekat dengan paduka Andika Sinatria?"
Putri Anjani beranjak dari tempat duduknya,
"Pangeran, aku memang membencinya. Â Tapi aku tidak mau cara cara kotor untuk memperebutkan cinta. Â Biarlah Pangeran Andika Sinatria yang memutuskan siapa di antara kami yang dicintainya."
Pangeran Bunga rupanya bukan pemuda yang gampang menyerah. Â Dia menarik tangan Putri Anjani yang sedang melangkah pergi. Â Mencoba memeluknya dengan lembut. Â Putri Anjani menggelegak amarahnya. Â Ditepiskannya tangan nakal Pangeran Bunga dengan kasar. Â Kalau tidak ingat pangeran ini adalah keluarga kerajaan. Â Sudah ditampar atau dihajarnya. Â Dia menahan gejolak kemarahan di hatinya.