saat kau memutuskan untuk berlari
mengejar bayangan yang lepas dari kaca
aku memilih berdiam diri
lebih baik menunggumu di sini
di telaga tempat kita memelihara angsa
juga menumbuhmekarkan padma
di sepanjang jalan, kau mengumpulkan keping-keping tanya
entah terbuat dari apa
tapi kau tak pernah mau menjawabnya
di telaga ini, aku mengumpulkan remah-remah hujan
mengibaratkannya roti buat sarapan
bagi anak-anak angsa yang kelaparan
di suatu perhentian, kau menyinggahkan sebuah harapan
pikirmu, harapan mesti ditebar, agar tak sekedar berhenti menjadi kabar
di pinggir telaga, aku menghentikan harapan, yang berkeliaran
pikirku, harapan yang liar, mesti dihentikan, supaya tak menjadi kabar tak berpengharapan
kau terus saja berlari
aku tetap saja berdiam diri
lalu kapan kita bisa bertemu?
sedangkan waktu tidak lah pernah membatu
Jakarta, 9 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H