berbekal pada sebuah keyakinan yang belum juga kau yakini. Kau berusaha keras membangkitkan hati yang nyaris saja mati. Sebelum kelak takdir mendatangi, dan kau masih saja membibirkan mimpi. Di antara air liurmu yang mengering. Dihisap kemarau yang gampang sekali dipersunting.
bagimu. Melodi berdenting begitu murung. Membuat getir urat syaraf yang sedianya sanggup menampung. Apa saja yang dinobatkan orang sebagai perhelatan duka yang tak hendak rampung. Kemudian menyeret ribuan airmata dalam sekali tuang. Terbuang.
bagiku. Melodi itu sedang mengiringi gema suara yang menghiba. Menjadi kekuatan tak terkira. Semestinya kamu menyalakan rencana. Bukan meratapinya.
di antara senja yang melepas segala lamunannya tentang betapa sebentarnya kepemilikan waktu, aku menghidupkan sebuah serenade untukmu. Tidak terlalu berlebihan. Mungkin hanya sebuah ensembel sederhana. Dimainkan oleh temaram cahaya dan barisan Rama-rama.
jika keyakinan itu kembali. Kau tak perlu lagi membibirkan mimpi. Letakkan lagi pada tempatnya. Di ruang malam yang akhirnya kau punya. Setelah hati berhasil kau bangkitkan seutuhnya.
Bogor, 3 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H