Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Adrenalin bagi Aroma Depresi

21 November 2018   16:08 Diperbarui: 21 November 2018   16:35 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Awan gelap menyusu kepada hitam. Menghisapnya sekaligus. Membuatnya tersedak. Dari lehernya yang beronak, bermuntahanlah hujan. Seperti yang diharapkan.

Ribuan adrenalin terbawa butiran-butiran hujan. Menusuk langsung pusat aroma depresi yang mengendap di batang otak. Bisa karena terlalu kelelahan. Atau bisa jadi karena kehilangan banyak keyakinan.

Jelas sekali. Aroma depresi mengalahkan wangi kemangi. Hawa yang didatangkan udara. Lebih mirip hawa kematian yang tertunda. Apakah menuju keranda, atau malah sebaliknya, mengadakan upacara kebangkitan yang paripurna.

Maka, jalan terbaik untuk mengisi kekosongan, adalah dengan melahap semua adrenalin yang tersedia. Sebuas-buasnya. Seperti kucing liar yang berkeliaran di tengah kota. Tanpa ada mata air di dalamnya.

Bogor, 21 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun