Awan gelap menyusu kepada hitam. Menghisapnya sekaligus. Membuatnya tersedak. Dari lehernya yang beronak, bermuntahanlah hujan. Seperti yang diharapkan.
Ribuan adrenalin terbawa butiran-butiran hujan. Menusuk langsung pusat aroma depresi yang mengendap di batang otak. Bisa karena terlalu kelelahan. Atau bisa jadi karena kehilangan banyak keyakinan.
Jelas sekali. Aroma depresi mengalahkan wangi kemangi. Hawa yang didatangkan udara. Lebih mirip hawa kematian yang tertunda. Apakah menuju keranda, atau malah sebaliknya, mengadakan upacara kebangkitan yang paripurna.
Maka, jalan terbaik untuk mengisi kekosongan, adalah dengan melahap semua adrenalin yang tersedia. Sebuas-buasnya. Seperti kucing liar yang berkeliaran di tengah kota. Tanpa ada mata air di dalamnya.
Bogor, 21 Nopember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H