Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kegelapan

19 November 2018   16:19 Diperbarui: 19 November 2018   16:38 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Iblis akan memanen jiwa-jiwa yang telah ditanam. Di rimbunan hitam ketika serigala menyayatkan lolongannya pada malam. Pada saat itulah segala bentuk kemuraman mendapatkan tempat yang tepat. Yaitu ketika urat syaraf ulu hati telah mampat.

Para Malaikat menghamburkan partikel senyap. Cahaya demi cahaya melenyap. Bergabung secara sukarela ke dalam himpunan gelap. Dunia seolah menjelma kuburan secara keseluruhan. Sisa tanah yang ada tak lebih dari koyakan-koyakan bunga kamboja serta dahannya yang berpatahan.

Kelam dan suram. Mempersembahkan tontonan tentang hidup yang begitu muram. Kita dipaksa menjadi pengikut. Bertekuk lutut. Kemudian dikuasai oleh rasa takut.

Dalam kegelapan. Kita dibuat buta.
Dalam kebutaan. Kita dibuat tak berdaya.
Dalam ketidakberdayaan. Kita dijadikan sahaya.
Dalam kesahayaan. Kita menghamba pada yang dipertuan.

Untuk selanjutnya kita lupa akan Tuhan.

Bogor, 19 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun