Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Langit adalah Negeri Tanpa Kiasan

13 November 2018   10:54 Diperbarui: 13 November 2018   11:05 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gumpalan bunga-bunga kapas. Dipanen matahari. Di sini. Di sebuah negeri tanpa kiasan.

Bunga-bunganya bermekaran. Disentuh udara tipis. Di atas sana. Di sebuah negeri yang selalu berterus terang.

Bunga-bunganya lalu tercerai-berai. Diburu angin yang mengutus badai. Terpencar kemana-mana. Mencari perlindungan. Jika tidak didapatkan, maka bertangisanlah mereka, dalam wujud rinai hujan.

Langit adalah negeri tanpa kiasan. Negeri yang tidak perlu penguasa untuk dinobatkan. Dengan banyak upacara atau perayaan. Negeri yang memutuskan untuk selalu mengorbankan dirinya. Kapan saja. Demi langit biru. Tanpa sedikitpun prasangka yang bisu.

Langit tak perlu majas apa-apa. Untuk menyembunyikan maksudnya apa. Juga tak perlu berperibahasa. Agar bisa menyampaikan mau sesungguhnya. Mengenai rencana musim atau cuaca. Hari ini atau esok lusa.

Kuantan Singingi, 13 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun