Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Retrospeksi

6 November 2018   11:12 Diperbarui: 6 November 2018   11:22 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sebagai pecintamu. Aku ingin memelukmu. Selalu. Tapi dari tubuhmu tumbuh duri kaktus. Aku sedikit terluka. Tak apa-apa. Luka ini bisa aku sembuhkan dengan cara membasahinya dengan cuka.

aku yakin. Duri-duri itu ditumbuhkan kebencian. Terhadapku yang punya dua wajah. Satu iblis dan satunya malaikat. Juga darahku yang berbeda warna. Merah saat aku berpetualang dan pucat ketika aku pongah menyebut diri sebagai lelaki yang malang.

sebagai iblis aku berkeliling dari perempuan ke perempuan. Menggoda mereka dengan sapaan jalang. Sebagai malaikat aku berbisik pada setiap telinga yang sedang kesakitan, berdoalah kepada Tuhan atas nama kesembuhan.

aku berlagak congkak. Untuk menutupi reruntuhan dosa yang meruyak. Aku mengaku sebagai pemain drama yang piawai. Di tangan kanan aku memetik dawai, tangan kiri aku menggenggam badai.

Kau merasa tertipu. Lalu melemparkan sembilu ke mukaku. Tetap tak jadi apa. Sayatannya akan aku abadikan di museum. Sebagai pengingat betapa seringkali aku merusak jalannya pendulum.

Pekanbaru, 6 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun