Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menyemai Hujan di Halaman

5 November 2018   11:14 Diperbarui: 5 November 2018   11:43 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ini tidak gampang. Menyemai hujan di halaman ibarat mendirikan istana pasir saat laut sedang pasang. Tak boleh keliru letak dan penempatan. Atau akhirnya kita hanya akan memanen kabut. Jika salah-salah malah menuai luput.

pasang perangkap ketika hujan datang. Jangan dengan ratapan. Buatlah perangkap yang terbuat dari benang yang berasal dari kekuatan angin. Hujan takluk pada angin. Kepadanya hujan banyak  berhutang dingin.

Setelahnya siapkan persemaian. Digulud dari tanah subur bercampur serasah hancur. Taburi dengan pupuk yang diambil dari besarnya perhatian. Lubangi dengan cara-cara terbaik mengenang sungai, danau dan lautan.

bila semuanya telah tertata. Tunggu petir memberikan pertanda. Tadah hujan pertama dengan hati yang tak terluka. Siramkan pada lubang-lubang yang ada. Maka kelak kau akan panen raya. Yaitu senyum bahagia dan sejumlah tawa. Setelah kemuning dan kenanga tumbuh lebat di depan mata. Mempersembahkanmu beberapa kuntum bunga.

Bogor, 5 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun