Nelayan
mereka yang kenal lautan seperti mengenali punggung tangannya. Mengayuh penuh kekuatan sampan bercadik. Setelah menyampaikan tabik. Kepada fajar yang masih lama menyingsing. Berikan waktu yang cukup untuk menebar tali pancing.
Angin daratan sedang bertiup kencang. Saatnya menghela keinginan. Mencari nafkah bagi berlanjutnya kehidupan. Lautan adalah meja prasmanan. Makanlah dengan cara terbaik. Jangan pernah biarkan mejanya terbalik.
Petani
mereka yang mengerti bagaimana cara sempurna untuk menumbuhkan padi seperti mengenali tumbuhnya cambang di dagu sendiri. Rajin membuka dan menutup pintu pematang. Mengalirkan nafas bagi setiap batang.
Bulir-bulirnya akan berbiak dan berisi. Memberikan harapan pasti. Orang-orang masih bisa menanak nasi. Demi melanjutkan kehidupan. Karena di dalam kehidupan seharusnya tak ada kata kelaparan.
Guru
dari rahim mereka tidak lahir huruf dan angka. Tapi mereka punya tugas mulia untuk mengajarkannya. Bagi kebodohan dan keterbelakangan. Agar kelak tak terjerembab saat zaman sibuk berlarian.
Mereka adalah orang-orang yang membuka jendela setiap pagi. Mempersilahkan udara segar memperkenalkan diri. Kepada anak-anak yang dibebani mimpi agar bisa mengejar matahari.
Jakarta, 27 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H