di antara reruntuhan hujan yang tinggal berpuing gerimis, terdengar suara lintasan tangis. Sepertinya dari atas atap rumbia. Sebuah pondokan yang miring sebelah. Di pojokan kota yang jarang terjamah.
air menerobos buas. Menghempas perabotan seperti perasan ampas. Satu-satunya lemari. Tempat dia menyimpan baju dan hati. Tinggal menyerupai tumpukan cucian. Kusut dan berantakan.
dia membersihkan setiap bulir beras yang menjadi ikan. Berenang di genangan. Mungkin bisa terkumpul satu cawan. Cukup untuk menanak satu kali. Bagi cucunya setelah pulang mengaji.
serenade orang pinggiran kali. Acapkali bisa ditemui. Ketika kota tumbuh makin besar. Tersaruk-saruk oleh hingar-bingar. Saat kotanya tersesat jalan. Orang-orangnya tergelincir ke pinggiran.
kota memang bukan tempat yang tepat untuk menumpukan harapan. Karena harapan ibarat perjanjian. Mudah sekali ditandatangani. Untuk berikutnya cepat sekali diingkari.
Bogor, 19 Oktober 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI