Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melempar Khayal ke Punggung Kuda

16 Oktober 2018   16:06 Diperbarui: 16 Oktober 2018   17:42 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sepanjang jalan. Aku diiringi hujan. Mengalunkan tetabuhan. Mirip gamelan tapi rasanya seperti gemericik peringatan. Ini sudah malam. Kalau kau masih ingin bermain dengan matahari. Tunggulah sampai esok pagi.

pantas saja aku dituduh demikian. Itu membuatku tersentak. Di dalam benak, aku sedang membersihkan onak. Membakarnya dengan bantuan cahaya matahari. Aku simpan sejak siang hari. Di dalam keinginan yang jumlahnya berpeti-peti.

di antara hujan yang membelukar. Menyemaki lorong-lorong kota besar. Aku meniupkan panggilan samar. Kepada para ibu yang sedang menyusui bayinya. Agar tak lupa berdoa. Air susu sekarang mirip air tuba. Jangan sampai bayinya menjelma menjadi raksasa. Melahap apa saja.

di antara sinar lampu yang menjatuhi jalanan seadanya. Aku melemparkan khayal ke punggung kuda. Biar berlari secepatnya. Sampai di manapun itu bukan perkara. Bagiku, khayalan adalah kebebasan. Bukan sekedar keinginan yang ditaburi garam. Supaya menjadi kelezatan.

khayalan, sesungguhnya adalah sebuah hologram. Bisa saja terjadi. Bisa juga terlampir mati.

Jakarta, 16 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun