Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi│Sedekat Mata pada Pelupuknya

14 Oktober 2018   06:08 Diperbarui: 14 Oktober 2018   08:03 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

cuma pagi yang bisa begini. Dalam gigilnya masih sempat memanggungkan kelakar tentang matahari. Terlambat sedikit saja, kau hanya akan menyaksikan aku tergelepar mati. Kedinginan. Terperangkap jauhnya lamunan.

matahari hanya tersenyum. Melemparkan kehangatan suam-suam. Pagi adalah kekasihnya yang paling manja. Cuma hangat yang dipintanya. Tak lebih dari itu. Dan matahari punya itu.

deretan embun mempersembahkan pawai yang aneh, unik dan menarik. Berbaris di dahan, jatuh satu persatu dengan riang, pecah di rerumputan, menguap dalam bentuk kebahagiaan.

sesederhana itu saja. Itupun jika ada yang menyadarinya. Bahagia ternyata dekat. Sedekat mata pada pelupuknya.

Palembang, 14 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun