cuma pagi yang bisa begini. Dalam gigilnya masih sempat memanggungkan kelakar tentang matahari. Terlambat sedikit saja, kau hanya akan menyaksikan aku tergelepar mati. Kedinginan. Terperangkap jauhnya lamunan.
matahari hanya tersenyum. Melemparkan kehangatan suam-suam. Pagi adalah kekasihnya yang paling manja. Cuma hangat yang dipintanya. Tak lebih dari itu. Dan matahari punya itu.
deretan embun mempersembahkan pawai yang aneh, unik dan menarik. Berbaris di dahan, jatuh satu persatu dengan riang, pecah di rerumputan, menguap dalam bentuk kebahagiaan.
sesederhana itu saja. Itupun jika ada yang menyadarinya. Bahagia ternyata dekat. Sedekat mata pada pelupuknya.
Palembang, 14 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H