Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fragmen Pagi, Ayahnya Matahari, Ibunya Bumi

6 Oktober 2018   08:36 Diperbarui: 6 Oktober 2018   09:03 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5.30 sepulang dari musholla bersama kakaknya;
Pada kerumunan hujan. Seorang gadis kecil lucu menadahkan tangan. Merasakan jari kecilnya dirambati air. Seolah sentuhan ibunda yang selalu dikhayalkan dalam pikir.

Ibu sedang menyapaku di pagi yang masih lelap dalam kelambu. Barangkali ingin membangunkan aku. Dikiranya aku masih tidur. Ibu tak tahu kalau aku tak mengenal dengkur. Ibu, kalau aku mendengkur, aku takut mimpi tentangmu akan kabur.

6.30 siap-siap berangkat menuju sekolah;
Di hujani cahaya matahari. Gadis kecil itu menengadahkan muka. Menikmati setiap kehangatan yang mengusap lembut wajahnya. Seakan ayahanda sedang memeluk dan menghadiahi ciuman manja.

Ayah juga menyapaku di pagi yang baru terjaga dari pulas. Mungkin ingin menyemangatiku agar bergegas. Menyecap setiap pelajaran. Seolah itu semua adalah kelezatan. Yang jarang aku dapatkan.

Sesiangan gadis kecil itu menatap halaman demi halaman. Pada bukunya yang berkertas buram. Di situ wajah ayah dan ibunya selalu tersenyum samar. Entah darimana. Mudah-mudahan dari surga. Itu adalah doa-doanya.

Sebelumnya gadis itu tak tahu. Ayahnya siapa, ibunya di mana. Semenjak ari-arinya ditanam, dia hanya tahu bahwa dia sendirian.

Sekarang dia mengerti. Ayahnya ternyata matahari, ibunya adalah bumi. Membangunkan tiap pagi dalam kehangatan melebihi perapian. Mengantarnya setiap hari menjemput mimpi yang nyaris dihilangkan. Oleh pikiran bahwa dia yatim piatu. Oleh keputusasaan bahwa harapannya cuma sampai pada titik beku.

Tumbang Manggu, 6 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun