Cukup satu senja saja. Â Untuk tahu seberapa banyak merah itu terluka. Di dalam setiap temaram, ada bintang yang sengaja disembunyikan. Menunggu saat yang tepat kepada siapa harus membagi kegembiraan.
Kegembiraan adalah satu kemungkinan. Dari sekian banyak kejadian. Bahagia adalah puncak dari stupa. Dipahat secara hebat dari keping kegembiraan yang tersedia.
Tak cukup hanya dengan satu senja. Untuk paham seberapa terlukanya langit atas perkara-perkara dunia. Kabut tipis yang melayang, kini pekat diberati logam. Kicau burung bernyanyian, ternyata lengking rekayasa suara elektronika. Hijau penyejuk mata bertebaran, tak lebih dari siraman cat pada gedung-gedung yang mulai berkarat.
Karat menyebar di mana-mana. Sebagai akibat dari kedahsyatan zaman beralih muka.Â
Butuh lebih banyak senja. Untuk memadamkan nyala hati yang terbakar sepi. Di musim dingin yang menjatuhkan salju, harus menunggu. Di musim panas yang berapi-api, mesti menanti.
Kesempatan adalah waktu yang disediakan cuma-cuma. Bagi siapa saja yang mau memberinya harga.
Cuma ada satu senja. Bagiku untuk mencari cinta. Yaitu ketika langit padam, lalu malam mempertontonkan kelam. Di situlah mimpi-mimpi terbaik mulai diperkenalkan.
Aku memilihmu segera. Begitu kau muncul di antara mimpi-mimpi yang menjelma.
Bogor, 29 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H