Masih tentang kita. Â Memang tak akan ada habisnya. Â
Kau berencana memasuki malam, akupun bergegas menjadi kegelapan. Â Kau bilang malam bisa membuatmu tenang. Â Menurutmu dalam kegelapan ada beberapa misteri yang menyenangkan. Â Entah apa. Â Aku hanya bisa mengira-ngira. Â Mungkin itu semacam caramu untuk mengatakan; di dalam gelap, aku tak usah melihat wajahku sembab, hatiku pengap, dan bibirku memucat. Aku bisa menyembunyikan diriku rapat-rapat.
Terkadang aku tak paham, ketika kau berupaya merasuki pagi, dengan cara menumbuhkan melati di samping embun yang bergiliran menunggu mati, lalu aku bersicepat menjadi bayangan matahari, kau malah membuang senyummu ke langit. Â Padahal itulah sedikit bayaran yang hendak aku kutip. Kau bilang; di langit aku menyemai senyuman. Â Kelak aku akan memanen hujan. Â Tepat saat aku membutuhkannya. Â Bukan seperti sekarang ketika aku hanya bisa mengkhayalkannya.
Kau telah menjadi bagian malam dan pagi. Â Lalu apalagi? Â Tak perlu khawatir. Â Di setiap kejadian kau berencana dan memutuskan, aku pastikan selalu hadir. Â Aku adalah bayangan. Â Mengikutimu kemana-mana. Â Memastikan matamu tak membuta. Â Hatimu tak cedera.
Aku adalah ingatan. Â Menjagamu dari lupa. Â Lupa itu badai. Â Sangat mudah membuatmu lalai. Â Di setiap lalai, ada kekacauan yang bisa menjerumuskanmu ke lubang sempit anai-anai.
Aku adalah harapan. Â Menghuni hati dan tidak menyinggahi kepala. Â Bukan menjadi semacam drama. Â Karena sesungguhnya aku peristiwa bahagia.
Jakarta, 18 September 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI