Di tanah-tanah kurus tak terurus. Â Tumbuhlah para ilalang yang mendirikan kerajaan sendiri. Â Menjadi tuan atas perintahnya sendiri. Â Menjadi hamba atas suruhannya sendiri.
Kisah ini baru pertama kali terjadi. Â Ilalang jatuh hati. Â Kepada langit yang membagi cahaya secara cuma-cuma. Â Menumbuhkan akar-akarnya yang sekeras cadas. Â Menembusi tanah yang tertidur lelap karena pori-porinya begitu mampat.
Ilalang membagi pula cintanya kepada air yang melepaskan kehausan pada batang tubuhnya yang langsing mengering. Â Memberinya kemolekan tak terkatakan. Â Menampilkan kecantikan tak terdefinisikan.
Begitu pula kepada bumi. Â Ilalang pun menyerahkan hati. Â Merasa selalu diberikan tempat untuk tinggal. Â Tanpa menganggapnya sebagai penghuni yang janggal. Â Tidak membedakan perlakuan antara dirinya dengan kemuning atau kenanga. Â Bunga-bunga indah yang selalu memaniskan mata.
Dulunya ilalang adalah kumpulan yang terbuang. Â Tersingkir oleh buah pikir bahwa mereka adalah penindas kesuburan, penghisap kemapanan, penyamun kedamaian. Â Orang-orang tidak tahu bahwa ilalanglah yang mau menjadi pionir. Â Menumbuhkan dirinya di tanah-tanah yang fakir.
Dulunya ilalang dianggap batang jerami yang tak punya rahim. Â Tidak bisa melahirkan gandum atau padi. Â Tak sesiapa bersedia menerimanya sebagai kekasih. Â Apalagi meminangnya sebagai permaisuri.
Kini ilalang memutuskan untuk jatuh hati. Â Kepada langit, air dan bumi. Â Sampai nanti ada yang menerimanya sebagai calon mempelai. Â Menjadi asal mula kisah epik yang apik setelah berlalunya badai.
Bogor, 9 September 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI