Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Muram yang Durjana

8 September 2018   09:47 Diperbarui: 8 September 2018   16:47 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menjejalkan pikiranku pada pasungan keyakinan terhadap butir butir hujan yang menyamakan diri dengan bulir bulir padi.  Seyakin aku pada gumpalan awan yang menyerupai pematang.  Keduanya adalah asal muasal kejadian.  

Aku melubangi benakku untuk mengeluarkan kata-kata yang sedianya untuk menetralkan racun di kepala.  Ini musim kalimat murka beterbangan.  Bersliweran di angkasa yang muram.  Berupa barisan kalimat cerca di kertas buram.

Aku merantai kembali peristiwa yang patah di tengah-tengahnya akibat jalinan yang tak pernah di lumasi oleh kepercayaan.  Kepada bumi yang sukarela membasuh tembuni, menguburkankan di tanah yang hidup, lalu ikut menyalakan lilin dalam ritual yang sakral.

Aku merayapi detik demi detik ketentuan di setiap takdir yang mengalir.  Muara nasib adalah pusara.  Siap memakamkan kapan saja.  Ketika sinar mata mulai kehilangan cahaya.  Terhadap esok hari yang dianggap telah mati.

Aku menangisinya.  Kemudian mentertawakannya.  Menangisi kepedihan.  Mentertawakan ketidakgembiraan.  Airmata ini murni sumbangan.  Teruntuk duka yang duafa.  Dan juga bagi suka yang meminta suaka. 

Kepada muram yang memerankan dirinya sebagai durjana.  Puisi ini jauh lebih kusam dari wajahmu yang balam.  Putuskan apakah hari ini adalah putus asa yang selama ini tertunda, atau hanya sekelebat perjalanan angan yang pahit adanya.

Bogor, 8 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun