Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lamunan yang Tercerai-berai

7 September 2018   12:06 Diperbarui: 7 September 2018   12:53 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelas kopi di hadapanmu masih belum tersentuh.  Kau sibuk dengan lamunanmu yang tercerai-berai.  Terlempar ke pojokan kamar, teronggok di serambi depan dan terpelanting ke halaman belakang.

Di pojokan kamar itu kau menggantung sebuah gambar.   Wajah langit yang memudar.  Kau selalu melekatkan tatapan begitu membuka mata.  Berharap langit itu berubah biru seketika.  Kau sangat menyukainya.  Terutama saat mendung terlalu lama bernaung di kepala.  Bisa-bisa hujan berserabutan menuju mata.

Serambi depan adalah tempatmu menyimpan kenangan.  Di pot-pot bunga yang bergelantungan.  Harapanmu tentu supaya kenangan itu tetap wangi. Sepanjang bunga-bunga itu terus kau sirami.  Menurutmu merawat kenangan itu perlu.  Tak semua kenangan menipu.  Ada satu dua yang bisa dipercaya. Terutama yang begitu lekat dalam dada.

Halaman belakangmu banyak ditumbuhi ilalang.  Sengaja kau biarkan.  Katamu lengan ilalang yang tajam bisa menjagamu dari serbuan masa lalu. Memang selalu begitu.  Masa lalu hampir selalu lewat pintu belakang.  Mengendap-endap lalu menyergap begitu pikiran melayang-layang.  Terjebak dalam lamunan berkepanjangan.  Seperti yang kau lakukan sepagian. 

Tidak ada yang salah dengan melamun.  Tapi jangan biarkan kopi itu mendingin.  Dalam setiap kedinginannya, kopi akan menumpahkan tetes demi tetes semangat.  Minumlah selagi hangat.  Dalam setiap kehangatannya, kopi sanggup mengumpulkan kembali tercerai-berainya hakikat. 

Jakarta, 7 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun