Bagimu, malam adalah jeruji waktu. Â Kau terpenjara di dalamnya untuk sekian lama. Â Entah untuk kesalahan apa, yang jelas begitu malam menjatuhkan mata, kau pun terkurung tiba-tiba. Â Kau hanya sanggup terpana. Â Setiap kalinya.
Mungkin saja kau dianggap kerang yang menyembunyikan mutiara. Â Diputuskan bersalah atas hilangnya kemilau samudera. Â Lalu dihukum jeruji separuh hari. Â Separuh lainnya, kau mesti sukarela menyerahkan hati.
Katamu, mimpi jarang sekali hadir saat tidurmu. Â Kau selalu berselisih jalan dengannya. Â Kau ke utara, malam berhenti membagi cerita. Â Kau ke kiri, mimpi tunggang langgang ke kanan berlari. Â Entah kenapa, mimpi selalu menjauhi. Â Apa barangkali kau dulu pernah berseteru? Â Menolaknya sebagai kekasih malammu?
Aku memahami kesakitanmu. Â Tanpa mimpi, akan terasa hambar menjumpai pagi. Â Kau hanya terjaga, membuka jendela, lalu mengusap hari yang terasa biasa. Â Padahal kau selalu memanjatkan pinta, ketika pagi membuka mata, menatap langit-langit kamar, menentramkan hati yang berdebar-debar, sebab mimpi yang kau dapati begitu indah meskipun samar. Â
Mulai malam ini, aku akan membuatkanmu mimpi. Â Sedari siang aku pergi ke pantai mengumpulkan rumah kecomang. Â Aku ingin kau bermimpi mencumbui pesisir. Â Membangun istana dari pasir. Â Setiap kali gelombang merubuhkan dindingnya, kau bangun kembali dengan hati berdesir. Â Karena kau pikir, perjuangan itu tak boleh ada akhir.
Aku juga telah memunguti remah matahari yang tertinggal. Â Ini bekalmu untuk membuat mimpi terhangat yang tak terasa janggal. Â Terlalu lama kau merupa arca yang dingin. Â Sudah tiba waktunya bagimu untuk berangin-angin. Â Merasakan rambutmu tergerai bebas mengacau udara. Â Menjelajahi dunia mimpi yang luar biasa.
Setelah nanti. Â Mimpi yang kubuat datang padamu berulangkali. Â Rujuklah dengan malam. Â Dekaplah dia dalam dengkurmu yang diam. Â Bisa saja mimpimu akan disayapi dengan kunang-kunang. Â Mimpimu akan selalu terang benderang. Â Sanggup menemukan jalan pulang. Ke rumah yang kau sebut sebagai gugusan bintang.
Jakarta, 6 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H