Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Paduan Suara Bahagia

3 September 2018   17:26 Diperbarui: 3 September 2018   17:54 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku ingin menyusun paduan suara.  Anggotanya aku, kamu, petir, hujan dan debur lautan.  Aku dengan suaraku yang lancang ibarat gambang, kamu dengan segala kelembutanmu menjadi harpa, petir lantang memainkan kendang, hujan menyuguhkan irama klasik bergitaran, lalu melodi ringan dipersembahkan debur lautan.

Bersama-sama kita menyanyikan tembang peredam rasa kehilangan.  Terhadap waktu yang dicuri oleh salahnya beberapa keputusan.  Di sebuah pengadilan dengan hakim tanpa toga, takdir namanya.  Tanpa dicatat panitera, nasib disebutnya.

Begitulah.  Kita kumandangkan utuhnya penyerahan.  Di sore ketika kita kehabisan kata hore.  Karena leher yang mampat, tenggorokan tercekat, dan runtuhnya amanat.

Semoga lagu-lagu yang kita dendangkan, terdengar hingga pelosok hati yang seringkali berkelahi dengan keinginan.  Menyadarkan kita akan berharganya sebuah pertemuan.  Dan bukan meratapi pedihnya perpisahan.

Satu catatan.  Sebelum bahagia itu kita temukan.  Jangan sekali-kali paduan suara ini kita bubarkan.

Bogor, 3 September 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun