Seperti sudah aku janjikan. Entah kapan. Mungkin di salah satu perhentian mimpi. Ketika kita bertemu lalu sama-sama memunguti remah sunyi. Dan kita bercakap hendak bertukar cenderamata. Kau berikan aku bunga dan aku beri kau cinta.
Dalam mimpimu, aku mengendap-endap menghampiri. Aku takut mimpimu terjaga seketika. Kau tahu kita sedang berada di pertigaan dini hari. Menunjukkan tempat yang tepat di mana sesungguhnya kita sedang dijamu mimpi. Kau menggigil di tengah mimpi dingin yang lalim, sementara aku mengering di mimpi bergurun yang zalim.
Untuk melengkapi mimpi hitam putih dan bisu. Satu keping pecahan bulan untukmu. Aku bawa serta. Supaya kau percaya bahwa aku tidak ngayawara waktu mengatakan bulan telah pecah. Berkeping-keping, menjadi dingin, hening, dan bening. Aku menemukan satu di balik rumpun kembang sepatu. Jadi selain bercahaya, kepingan ini juga berwangi bunga.
Sekarang terjagalah. Pagi pun sudah dibangunkan. Rendam keping pecahan bulan itu di pinggan. Tuang kehangatan pertama yang tiba. Jangan kau taburi gula. Karena keping itu sudah pula dimaniskan cinta.
Jakarta, 29 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H