Karena alasan apa kau gugurkan gigir gunung hingga gegar dengan suara menggelegar. Setelahnya kau sadar untuk melepaskan cadar dari mukamu yang sesungguhnya sedang menahan lapar. Kau sepertinya memang sedang berpura-pura kenyang. Atau sebaliknya, mungkin terlalu kenyang berpura-pura. Entah yang mana.
Kau meratapi mati surinya matahari di waktu malam. Padahal kau tahu setiap hari matahari harus selalu bermalam. Â Jika tidak maka tubuhnya akan meredup kehabisan cahaya. Â Terkuras habis oleh tamak, amuk dan angkara. Â Dari siapa saja yang mengaku sedang membagi-bagikan pahala. Â Cahaya adalah bekal paling berharga dalam melakukan propaganda.
Jadi, apa yang sesungguhnya kau tuju? Â Tahta yang memelukmu seerat waktu, atau waktu yang berhasrat bertahta di hatimu? Â Jawablah nanti ketika sore hendak menjelang. Â Sore adalah saat paling tepat untuk berterus terang.Â
Sekarang yang paling penting bagimu adalah segera menyurutkan lupa yang mengunci isi kepala. Â Ikutkan pada pasang surut air laut. Â Lupamu akan menguap bersama garam dan ingatanmu akan kembali datang menaiki puncak gelombang.
Sajak ini memang dituliskan bagimu yang sedang berusaha keras menyiapkan deretan janji. Â Terhadap kami yang setia berdiam di fase mimpi. Â Kami ingin terjaga dengan mata berkerjap bahagia. Â Sebab janji yang kau ludahkan ternyata benar-benar nyata.
Jakarta, 20 Agustus 2018