Kejadian heroik mencengangkan Indonesia. Â Terhadap keberanian seorang remaja menaklukkan langit Atambua. Â Di siang ketika angin terdiam bersiap menghormat bendera pusaka. Di siang ketika ratusan mata mempertaruhkan sebuah ritual kebangsaan dalam bencana tak terduga.Â
Laki-laki kecil itu merayap seperti peluru. Â Sama persis ketika dahulu moyangnya diterjang hujan mesiu. Berketetapan hati menyelamatkan harga diri. Agar merah putih bisa dikibarkan di ujung tiang tertinggi.
Itu bukan sekadar heroik. Â Itu epik! Laki-laki kecil yang jakunnya belum juga tumbuh. Â Menegakkan hari mulia yang nyaris saja runtuh. Â Inilah contoh kecil sosok pejuang. Â Dibalik aksi besar seorang laki-laki kecil berdarah perang. Â Dari perbatasan yang gersang.
Sering-seringlah menengok perbatasan wahai Indonesia. Â Di sana barangkali banyak tumbuh jiwa-jiwa gagah yang tak berhitung nyawa. Â Meneriakkan namamu setiap harinya. Â Lalu menjahitnya kuat-kuat dalam dada.
Laki-laki kecil itu sebenar-benarnya Garuda wahai Indonesia. Â Apabila kau mencari dimana letak simbol itu bersenyawa. Â Tidak sekedar terpasang megah di kantor yang mewah. Â Milik orang-orang yang memasang wajah rubah yang ramah di saat rakyatnya terlihat lelah. Â Kemudian bermuka serigala ketika rakyatnya berpaling lengah.
Tabik untukmu wahai laki-laki kecil bernyali matahari. Â Semoga kelak kau menjadi salah seorang pemimpin negeri ini. Â Menyelamatkan merah putih berulangkali.
Bogor, 18 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H