Aku menenggelamkan diri dalam kabut. Mencari dingin. Dan titik-titik angin. Aku mau meminang pagi ini sebagai dayang-dayang. Â Untuk mengiringi hujan.
Hujan juga perlu penunjuk jalan. Tempat-tempat mana yang mesti didatangi. Â Bila tidak, hujan bisa tersesat arah. Menuju kekeringan yang sebenarnya salah kaprah. Bisa saja tak menghujani sawah-sawah, tapi tertumpah di gurun pasir yang berada di negeri entah.
Kali ini hujan datang disertai upacara. Upacara sederhana yang diadakan induk semang cuaca. Hujan dititah untuk tidak membawa serta petir. Orang-orang sekarang lebih banyak yang pandir. Mudah sekali terkejut lalu pikirannya melintir.
Upacara menghormati hujan dilakukan dengan cara menjajarkan tempayan. Juga sumur dan cawan. Menadahnya melalui satu anggapan. Datangnya hujan akan menipiskan kegelisahan.
Gelisah itu satu jiwa dengan kemarau. Â Panas dan kacau. Membakar ubun-ubun kepala. Â Menghanguskannya menjadi satu kesimpulan yang mengada-ada; kegelisahan adalah tersangka utama. Bagi keputusan yang tidak pada tempatnya.
Bogor, 12 Agustus 2018