Ini hikayat tua tentang pasrah. Di negeri yang sering dikudap gelap, dikunyah mentah, diludahi rasuah, dilidahi palsunya sumpah-sumpah.
Ini kisah pilu. Negeri yang wajahnya pias bisu, tubuhnya kadangkala mesti ditandu, jiwanya luka terantuk runcingya batu-batu.
Ini negeri yang dilahirkan dari rahim keringat, darah dan airmata. Disusui kasih, lupa dan tuba. Dibesarkan kemarau dan hujan secara bergantian. Dewasa menjadi negeri para majikan dan juragan.
Sebenarnya negeri ini terletak di tepian surga. Pulau, gunung dan lautan dipahat begitu eksotis dan gagah sempurna. Seeksotis karya Auguste Rodin. Semegah kegagahan para Ronin.
Negeri ini perlu pemimpin matahari. Menyiramkan cahaya di setiap pagi ketika rakyatnya mulai terbirit-birit menjemput mimpi. Terbit dari ufuk yang tak lagi membusuk. Melenyapkan segenap rutuk akibat banyaknya perbuatan terkutuk. Tenggelam di barat dengan tetap menggenggam teguh amanat. Membarengi rakyatnya pulang ke rumah sembari mendengarkan apa saja yang dikeluhkan sebagai khianat.
Pemimpin matahari mengusung obor di tangan kiri menggenggam hujan di tangan kanan. Rakyatnya tak boleh jatuh dalam perangkap kegelapan, menjadi zombi, menghisap habis tulang sungsum negeri. Rakyatnya tak boleh terjebak kekeringan, menjadi serigala, melolong-lolong kehausan.
Negeri ini negeri anak-anak matahari! Jangan sampai padam kemudian mati!
Bogor, 11 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H