Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kejadian dan Perkara

19 Juli 2018   09:43 Diperbarui: 19 Juli 2018   10:07 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepantasnyalah bila pagi murka. Keutuhan hening dipecahkan oleh suara-suara membabi buta. Dari gemeretak daun kering menimpa tanah yang retak. Hingga tubuh embun yang pecah sebelum waktunya.

Sesungguhnya kejadian telah diatur sedemikian rupa. Dalam skenario yang sudah putus perkaranya. Tiada sesiapa yang bisa mengelak, merubah dan menunda.

Seperti surya datang dengan kepala tegak. Tak usah guna pemandu berbendera. Terbit dengan pasti kecuali bila jiwa waktu telah mati.  

Seperti gerhana dan purnama. Bergantian mengasuh fase bulan. Di puncak singgasana malam. Tak perlu banyak perhitungan. Kecuali putaran bumi diputuskan berhenti.

Damai dan sengketa terjadi tiada henti. Tergantung di mana letak hati. Berdampingan dengan telaga, atau terlalu dekat sangat dengan api.

Muara Bungo, 19 Juli 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun