Dalam penglihatanku. Â Malam sedang terburu-buru. Â Berusaha menghabiskan kegelapan secepat-cepatnya. Â Melenyapkan kelam sebisa-bisanya. Â Ini malam yang keliru, ujarku.
Bukan begini cara melarikan diri dari pengap dan senyap. Â Lebih baik berterus kepada bulan. Â Datanglah segera ke pangkuan. Â Aku ingin kau menjadi lampu gantung di langkitku yang temaram. Â Tumpahkan cahaya. Â Seperti jutaan manusia menumpahkan airmata. Â Bagi cinta.
Atau paling tidak beritahu beberapa bintang. Â Pinjami berkas-berkas cahayamu yang paling terang. Â Nyalakan beberapa titik tempat di bumi yang ingin aku ketahui. Â Di sana ada orang-orang yang sengaja bersembunyi. Â Menghindari pertemuan dengan pekatnya masa silam yang menyakitkan hati.
Malam membetulkan letak waktu yang terlompati. Â Sudah saatnya dinihari. Â Gelap dan cahaya tidak berlaku di sini. Â Karena lampu-lampu yang berasal dari jernihnya hati menyalakan dirinya sendiri.
Bogor, 30 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H