Orang-orang lupa. Â Para ahli dan ilmuwan juga lupa. Â Seperti buah jeruk yang diperas air dan sarinya, maka bumi secara perlahan mengkerut. Â Menimbulkan guncangan kecil pada awalnya. Â Guncangan besar berikutnya. Â Jika dulu dikenal gempa akibat aktifitas tektonis dan vulkanis, gempa yang terjadi sekarang adalah gempa akibat kerutan bumi.
Meskipun para ilmuwan berhasil menemukan teknologi untuk meningkatkan intensitas penyinaran cahaya oleh matahari buatan, namun efeknya ternyata begitu terasa di bumi. Â Jeruk yang sudah mengkerut dan mengeriput tadi dipanasi secara terus menerus sehingga terjadilah penguapan sisa-sisa air secara tak terkendali.Â
Akibatnya bisa ditebak, kerutan bumi semakin dalam. Â Gempa semakin sering terjadi. Â Ancaman baru kembali menampakkan taringnya. Â Bumi tidak stabil. Â Semua isi perutnya dikuras tanpa ukuran.Â
Orang-orang masuk lagi pada mode panik. Â Bagaimana caranya mengisi kembali cairan dan isi bumi yang sudah terlanjur disedot habis-habisan? Apakah bumi harus diinjeksi? Â Tapi dengan apa dan bagaimana caranya?
Para ilmuwan kembali memutar otak. Â Intensitas penyinaran matahari buatan dikurangi. Â Tambang galian direm. Â Mereka mencari cairan alternatif yang bisa digunakan untuk menginjeksi kembali perut bumi yang sudah koyak-koyak.
Kesimpulannya, bumi harus diinjeksi cairan dengan kekentalan tertentu yang mirip dengan minyak mentah agar stabil kembali. Â Sekaligus menyumbat kembali kepadatan tanah yang sangat berongga setelah batubara dieksploitasi secara luar biasa.Â
Tidak ada lagi pilihan yang tersisa. Â Kekentalan minyak mentah mirip dengan darah. Â Benda ringan yang sesuai dengan kepadatan batu bara adalah tulang-tulang.
Setelah dilakukan perhitungan dan kalkulasi volume untuk injeksi. Â Keluarlah sebuah keputusan yang mengerikan! Â Dibutuhkan korban manusia lebih dari tiga perempat yang ada di dunia. Â Itu artinya 6 milyar manusia harus dikorbankan! Volume darahnya cukup. Â Jumlah tulang-tulangnya juga cukup. Â Bumi akan kembali stabil.
Sekarang tinggal merumuskan bagaimana cara melakukannya......
Bogor, 24 Juni 2018
Â