Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senja yang Jengah

23 Juni 2018   19:04 Diperbarui: 23 Juni 2018   19:15 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sejengkal lagi.  Senja yang jengah selesai mematut diri.  Merah bibirnya mengundang lebah pulang ke rumah.  Ranum pipinya mengingatkan betapa masih cantiknya bidadari walau sedang marah.  Bayang maskaranya selelah hati orang-orang yang bekerja keras hari ini.  Demi menepati janji bagi mereka yang dicintai.

Senja kali ini bertingkah malu-malu.  Meletakkan setiap kekaguman dalam sebuah buku.  Cukup lah menjadi bahan tulisan.  Terlalu dikagumi membuatnya belingsatan.  Takabur akan membuatnya dihukum cepat ditelan malam.

Hati siapa yang tak akan luruh.  Menyaksikan senja membariskan lusuh.  Lalu menyemangatinya agar tak runtuh.  Ini hari biasa.  Seperti hari-hari lainnya.  Jangan putus asa.  Begitu isyaratnya melalui kedipan mata.

Tatapan siapa yang sanggup berpaling.  Melihat senja lemah terbaring.  Dalam hitungan detik kemudian mati suri.  Di peraduan yang dihampari duri.  Dari noktah kegelapan yang tajam saat datang.  Karena bulan sengaja disembunyikan.  Oleh para pemuja rahasia awan.

Jakarta, 23 Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun