Sejengkal lagi. Â Senja yang jengah selesai mematut diri. Â Merah bibirnya mengundang lebah pulang ke rumah. Â Ranum pipinya mengingatkan betapa masih cantiknya bidadari walau sedang marah. Â Bayang maskaranya selelah hati orang-orang yang bekerja keras hari ini. Â Demi menepati janji bagi mereka yang dicintai.
Senja kali ini bertingkah malu-malu. Â Meletakkan setiap kekaguman dalam sebuah buku. Â Cukup lah menjadi bahan tulisan. Â Terlalu dikagumi membuatnya belingsatan. Â Takabur akan membuatnya dihukum cepat ditelan malam.
Hati siapa yang tak akan luruh. Â Menyaksikan senja membariskan lusuh. Â Lalu menyemangatinya agar tak runtuh. Â Ini hari biasa. Â Seperti hari-hari lainnya. Â Jangan putus asa. Â Begitu isyaratnya melalui kedipan mata.
Tatapan siapa yang sanggup berpaling. Â Melihat senja lemah terbaring. Â Dalam hitungan detik kemudian mati suri. Â Di peraduan yang dihampari duri. Â Dari noktah kegelapan yang tajam saat datang. Â Karena bulan sengaja disembunyikan. Â Oleh para pemuja rahasia awan.
Jakarta, 23 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H