Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jalan Masuk Kenangan

20 Juni 2018   23:34 Diperbarui: 20 Juni 2018   23:48 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam masuk lewat pintu belakang.  Keberatan menjinjing cahaya bulan.  Langit mengikatnya sekuat tali galangan.  Cemas, khawatir dan ketakutan.  Sebuah kewajaran bagi kekasih yang takut kehilangan.

Lalu siapakah yang masuk pintu depan?  Karena aku mendengar semacam ketukan.  Berulangkali.  Seirama dengan ketukan nadi.

Jangan-jangan itu masa lalu.  Bermunculan seperti ngengat di hadapan lampu.  Hendak bertamu.  Membawakan sekeranjang kenangan.  Sebagai tanda mata dari hujan.  Saat dulu kita menghimpunnya dalam sebuah cawan.

Kenapa jendela itu juga ikut terbuka?  Sedangkan tadi sempat dilapisi kaca.  Mungkin angin sedang bercanda.  Atau malah memberi tanda tolong lihatlah ke halaman muka.  Sebentar lagi purnama.  Jangan lagi kau kehilangan jejak kenangannya.

Semua jalan masuk kenangan memang tak pernah dikunci.  Laksana api.  Kapan saja bisa menyala lagi.

Medan, 20 Juni 2018

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun