Jangan pernah samakan aku dengan awan. Â Menurunkan hujan tanpa imbalan. Â Aku mencintaimu dengan bayaran. Â Bayar aku dengan jeda nafas yang kau sisihkan.
Jangan samakan aku dengan bulan. Â Membagi purnama tanpa menukar harga. Â Aku mencintaimu dengan akad jual beli. Â Kau jual hati aku beli mimpi.
Aku berbeda dengan sinar surya. Â Menghangatkan bumi secara cuma-cuma. Â Aku mencintaimu dengan pamrih. Â Agar hatiku lepas dari didih.
Aku juga berbeda dengan lautan. Â Menyediakan udang dan ikan dengan penuh keikhlasan. Â Aku mencintaimu dengan banyak alasan. Â Di antaranya supaya hidupku dipenuhi harapan.
Aku bukan daun-daunan. Â Menyemai udara begitu saja. Â Tanpa banyak kata. Â Aku mencintaimu dengan tanda tanya. Â Bagaimana kau membuat kalimatku menjadi sempurna.
Aku tidak seperti pujangga. Â Merakit benang dan jala dalam bentuk puisi. Â Aku mencintaimu sebagai petani. Â Memintamu menjadi bulir-bulir padi bernas berisi.
Ini semua hakekat cinta. Â Warna warninya adalah turunan bianglala. Â Seperti bidadari. Â Mencari telaga untuk turun ke bumi. Â Seperti aku. Â Menelisik putaran waktu demi cintamu.
Bogor, 14 Juni 2018Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H