Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pagi yang Lelah Namun Tabah

30 Mei 2018   04:12 Diperbarui: 30 Mei 2018   11:05 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secepat itu embun terjatuh. Berserakan bersama dedaunan yang luruh. Membasahi tanah yang lelah. Setelah berhari-hari dibakar matahari. Tanpa gerimis menghadiri.

Pagi yang tabah. Setabah penyu hijau yang menghabiskan seperempat hidupnya. Mengarungi samudera menuju tanah nenek moyangnya. Di pesisir dulu mereka dilahirkan.  Di bawah timbunan pasir tempat cangkangnya disembunyikan.

Angin diam tak bergerak. Terpaku membisu. Juga lelah. Setelah beberapa waktu dicecar bertubi-tubi permintaan. Agar setiap saat siap mendinginkan. Hati yang mudah terbakar di bumi yang makin panas.

Keheningan yang begitu dalam memaksaku diam. Di setiap pagi yang aku temui. Selalu saja ada rahasia yang tersembunyi. Tak tertangkap mata. Namun jelas terasa di hati.

Pagi adalah makanan pembuka yang menggiurkan. Disajikan panas-panas. Di meja perjamuan matahari yang meranggas. Menikmatinya dengan cara sederhana. Biarkan hati sehangat cahaya.

Bogor, 30 Mei 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun