Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menunggu Berita dari Langit

11 Mei 2018   16:49 Diperbarui: 11 Mei 2018   17:04 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tentang musim

Apa yang dilihatnya.  Benar arak-arakan awan.  Bukan gulungan asap hitam.  Dari kepulan mesiu dan gumpalan asap knalpot kendaraan.  Atau hutan yang terbakar dan nafas busuk cerobong pabrik raksasa yang menguar.

Ini seharusnya musim hujan.  Para petani masih menggulung pematang.  Sisa air dibagi-bagi.  Untuk mematangkan bulir-bulir padi.  Untuk kolam tempat hidup ikan-ikan gurami.  Juga untuk isi ketel sore nanti ketika tiba waktunya menyeduh kopi.

Tentang angkasa

Apakah lubang-lubang yang terlanjur dikuliti sudah terjahit rapi.  Jika belum, tunjukkan bagaimana caranya agar sengatan cahaya itu tidak berbahaya.  Sudah tugasmu untuk melindungi segenap penghuni.  Bukankah kau disebut sebagai langit karena kaulah bangunan atap semesta?

Tentang matahari

Apakah arah terbitnya masih tetap sama.  Tepat di titik kejora berada.  Tidak bergeser sedikitpun.   Jika itu terjadi tentu kami mohon ampun.  Karena itu berarti ada bagian dari bumi yang lebih terpanasi.  Sisanya harus menyalakan lebih besar lagi api.

Tentang bumi

Apakah kelihatan.  Potongan mimpi yang berjatuhan di atap rumah orang-orang.  Setiap malam.  Beritakan segera jika itu mimpi buruk.  Melalui kerlip bintang atau kedipan kunang-kunang.  Supaya orang-orang itu terjaga dari tidurnya.  Tidak berharap lebih pada mimpi yang memperdaya.

Berita dari langit tentulah berita yang terpercaya.  Daripada terus-terusan kami dihantui berita tentang luka, duka, airmata dan malapetaka.  Disebarkan oleh mulut dan mata yang mudah saja bertipu daya.

Jakarta, 11 Mei 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun